Bias Dalam Abu

Standard

Dalam diri kita menatap, menjurus pada waktu. Dalam waktu kita bermenung, melongok pada potret yang bergulir. Dalam potret kita mengulas, mencari memori dalam akal. Dalam akal kita bertengkar, menunjuk pada apa yang terasa, benar.

Tapi, apakah pembenaran itu dapat memuaskanmu? Pembenaran yang hanya dilihat melalui matamu. Pembenaran yang ingin dilihat begitu adanya. Pembenaran yang berbias dengan peristiwa.

Jika sudah ada benar, akankah ada salah? Bagaimana jika salah itu tak diciptakan, bagaimana jika salah itu hanya khayalan akan kebenaran belaka. Jika salah tak pernah ada, lantas mengapa ada benar? Mengapa tak kita telusuri apa yang membuat pertentangan dua ada. Mengapa tak mencoba menarik sisi abu?

Mungkin mengapa terlalu berat. Hingga kita hilang kata dalam jawab. Atau mungkin kata itu telah terdesain dengan sendirinya, tanpa perlu campur atas kita. Atau mungkin sebaiknya kita berhenti bertanya, dan melihat lebih dalam, sosok abu itu.

Namun, terkadang kita menyerah pada kata. Pada apa sesuatu di balik abu. Pada hikayat yang lebih dalam.

Pada akhirnya, semua dapat memilih. Baik benar atau salah. Pada akhirnya, semua itu hanyalah kata, yang dapat menjadi makna bila langkah tercipta.

Pada akhirnya kita yang merangkum dan bercerita, tentang kata dalam hitam dan putih.

Suatu senja dikala itu

Standard
Suatu senja dipinggir suatu tempat.”Hai”.ia menyapa.”Hai”.ia menyapa lagi.”Hai”.untuk ketiga kalinya ia menyapa.”Baiklah,aku nampak mengganggumu.maaf.tapi bolehkan aku sekedar nememanimu bermenung disini?”.aku hanya mengangguk.kami menikmati senja dalam diam.menatap mentari dilahap sang laut.mendengar kicau belibis di seberang.”Boleh kutau siapa namamu?”.”…….”.aku hanya terdiam.”Aku akan terus menemanimu”.

Keesokan harinya,di senja yg sama.senja yg tak pernah membosankan,walau tetap dengan nuansa yg sama,dengan detil yg sama.ia datang.aku tetap diam.kali ini ia hanya diam menemaniku bermenung hingga mentari berganti rembulan.

Waktu pun bergulir,tak terasa.aku tetap di senja yg sama.ia tetap disampingku.kami menikmati senja kami bersama,tanpa kata.”Kau tau,aku sudah mengetahui siapa namamu”.diam,hingga rembulan menggantikan mentari.

Malam,aku kembali menyusuri pantai.menikmati belaian angin laut,dan aku merindunya.ya.aku merindunya.ingin ku ungkap semua kataku.semua hasratku.betapa ku selalu tak sabar menanti senja,agar ku dapat sekali lagi bersamamu.aku tak bersua.tapi kuingin kau dapat mengerti isi hatiku.oh napas laut,hembusakanlah suara cintaku padanya..

Senja yg sama,tapi tanpanya.oh mentari,beritahu aku dimana dia.telah kusiapkan goresan hatiku untuknya.senja berganti malam,ia tak kunjung datang.aku hanya terpaku pada laut.

Waktu kembali bergulir.aku tak berada di senja yg sama.aku tak ingin senja tanpa dirinya.aku berada di malam yg kelam. Anginkah ini?tapi mengapa terasa begitu nyata,dan hangat.mentari pagi telah menyapaku.aku tak ingin terbangun,ingin terus bermimpi akan dirinya.angin terasa semakin jelas.apakah angin mulai dapat mengecupku?ku buka mata perlahan.kosong.aku hanya bermimpi.terseok ku berjalan.sayup terdengar laut memanggilku,pikirku.aku menghampirinya.membiarkan tubuhku di dekapnya.

Senja yg sama,tanpa dirinya.ku termenung.mematikan inderaku.tanpa rasa.”Hai”.aku pasti bermimpi.”Hai”.aku pasti sudah gila.”Hai senja”.aku pasti ada di surga.aku menoleh.seutas senyum yg kurindu.sangat kurindu.”Aku rasa aku sudah gila”.”Maka kita akan gila bersama.aku akan menemanimu”.”Tapi kau pergi”.”Maaf,karena aku tak tahan ingin merengkuhmu”.”Mengapa kau baru kembali sekarang?kau tau,aku sangat merindumu”.ia membelai wajahku dan mendekapku.hangat.seperti mimpiku,tapi kini ia nyata.”Kita akan menikmati senja kita,bersama”.bisiknya padaku,dan aku mengangguk menerima kecupan manisnya.

salahkah jika itu benar

Standard

salah, benar, salah, benar.. semua hal yang telah terjadi, semua hal yang terulang. dapatkah hati berbuat salah? dapatkah keadaan berbuat salah? ataukah logika yang memicu salah?

salah, salah, salah.. tak ada yang benar-benar salah, namun tak ada pula yang begitu benar. saat kau merenung akan suatu peristiwa, saat kau tak tahu apa yang hendak terucap karena semua tersangkut di bibirmu. saat banyak kata memenuhi pikiranmu, saat kau tak mengerti apa yang tengah terjadi. saat akhir bagimu akan suatu kisah di halaman selanjutnya.

andai ku dapat mencurahkan segala isi hati, mencoba mendekap keadaan yang terkadang tak berpihak. andai ku dapat berbuat lebih, andai ku dapat berkata tegas. namun yang terucap hanyalah titik-titik yang tak kau mengerti maknanya. akankah maaf menjadi begitu berarti? entahlah.. bisa saja benar,bisa saja salah.

aku tak ingin semua disalah artikan, aku tak ingin kau berasumsi akanku. aku hanyalah aku, beserta beribu salahku, beserta beribu kekuranganku. saat aku tahu apa yang kuingin, saat aku telah lama mengetahui hal itu.

dapatkah kau mengerti pahamku? dapatkah kau rasakan bayangku? sudikah kau terusik akan sekelebatku di pikirmu? aku tahu, kata salah tak pernah menjadi begitu salah dan benar tak selalu benar. aku ingin kau mengerti, tapi sudahlah, tak perlu, sungguh. biarkan ini tetap dalam pikirku. biarkan semua berjalan, pada jalan kecil yang telah tercipta. hingga entah satu waktu, keadaan akan mengerti, dimana salah memang salah, dan benar memang benar.

Di Tetes Ujung Jalan

Standard

Tes, tes, tes, tes, tes.. Rintik hujan ini menemani pagiku, di sebuah cafe di pojok jalan sana. Aku hanya termangu sembari merangkul bayangku. Menikmati waktuku, dengan ditemani sang rintik. Satu tempat di pojok sana, favoritku. Terdengar sayup-sayup alunan lagu dalam lamunku.

Entah mengapa kuhabiskan waktuku disini. Bercerita pada cangkir yang menyentuh bibirku, pada catatan dimana jariku menari. Mencari sejentik terang dalam pikirku.

Hari berlari tak kenal siapa. Aku terdiam dengan jari diatas catatanku. Bosan, aku memutuskan untuk beranjak. Meniti jalan kosong tk terasa lalu lalangnya orang sekitar. Lalu tepat disana, mataku tertumbuk pada satu titik. Ku kedipkan tak percaya, dan secepat itu pula titik itu hilang.

Kecewa? Tidak. Aku berlalu seperti titik itu berlalu. Halusinasi bisik mataku.

Suatu hari di suatu minggu. Hari-hariku meniti jalan kembali. Aku menegakkan kepalaku, menatap langit, menikmati belaian sayup udara. Udara yang pernah tak kusentuh untuk beberapa lama. Udara yang terasa sama.

Di ujung jalan itu, langkahku menghentikan langkahnya. “Apa kabar?”, kau ucapkan kata itu. “Tak sopan”, jawabku. “Mengapa?”. “Kau jahat”. “Maaf”. Dan aku berlalu sembari kau berkata.

Berselang waktu berlari, kembali. Kakiku melangkah sendiri, ke suatu tempat di suatu waktu itu. Termangu dan terdiam disana. “Hai, kau disini?”. Entah, nampak hatiku telah berkomplot dengan kakiku”. “Aku, maaf, telah membuat mereka berkomplot”. “Kau jahat, membuat mereka berkomplot. Membuatku berkomplot dengan sang hari”.

Kau terdiam, aku termenung. Kau menarikku dan aku membiarkan tertarik olehmu. “Mengapa,begitu lama bagimu untuk ini? Mengapa kau kembali setelah aku dapat berlari tanpa pedulimu?”. “…”

Tetes pertama, hening

Tetes kedua, menghancurkanmu

Tetes ketiga, melemahkanmu

Tetes selanjutnya, meluluhkanmu

Mata Angin

Standard

Lilin kecil meredup menatap bayangnya. Bingung mencari penerang yang membakar dirinya. Kabut menutupi terangnya, dan hembusan angin seakan mengguncangnya. Lilin itu bertanya pada dirinya, tentang apa yang menyesak sumbunya. Tentang apa yang menjadi pertentangannya. Tentang apa rasanya.

Ia melihat waktunya, ia melihat redup cahayanya. Pertanda semakin dekat ia berkata. Tapi, bagaimana mungkin ia dapat mati perlahan, jika angin saja selalu mengintainya cepat. Lilin mencari cara, menutup celah-celahnya. Namun angin selalu bisa melaluinya, angin tahu dimana harus bersinggung, dimana harus menghempas. Angin tahu dimana letak sumbu lilin kecil.

Sampai saatnya tiba, lilin kecil bersedih, lilin kecil menjadi temaram. Saat angin datang dan hendak mengguncangnya, ia berkata, “aku tak mengusikmu, aku pun tak mengganggu jalanmu, tapi mengapa kau seakan benci padaku hingga selalu ingin mematikan aku?”. “Terkadang aku hanya ingin tahu, sampai dimana kau mampu bertahan”. “Apa maksudmu? Tidakkah aku menerangimu? Ataukah aku hanya menyilaukanmu?”, lilin kecil semakin sedih, tak mngerti akan tiupan angin.

“Aku hanya ingin menerangi sekelilingku. Aku tak pernah ingin menyakiti siapapun dengan sinar ini. Bahkan aku hanya ingin hidup dan cerah tersungging di sumbuku. Aku sesak, aku takut acap kau datang. Aku tak menolak kedatanganmu, hanya saja, mengapa kau berbuat itu padaku?”.

Ia hanya membisu. Ia semakin membuatku sesak. “Aku, bahkan tak ingin membuatmu padam. Aku hanya begitu gembira melihatmu tersenyum. Aku menyongsongmu untuk menyapa, namun, sepertinya langkahku yang demikian membuatmu takut. Kau tahu, aku melihatmu dari kejauhan”.

“Tapi kau selalu hampir membuatku padam. Kau menakutiku”.

“Begitu? Gerakku membuatmu terancam hilang. Gerakku untuk menujumu membuatmu takut. Padahal aku hanya ingin menyapa, hanya ingin merangkulmu”.

“Benarkah?”

“Ya”, angin pun menjawab. “Hanya itu yang terbersit olehku. Napasku yang memburu karena ingin mendekatmu”.

Hanya ada keheningan diantara mereka. Hanya ada sumbu yang menjawab. “Kalian dapat saling menjaga satu sama lain. Tanpa saling bersua”.

Semakin tajam hampa mengisi, semakin dalam hening menguak. “Kalian tahu, kalian ditakdirkan untuk saling menjaga dari kejauhan. Agar tak ada yang mengusik cahaya sang lilin, kau harus menjuruskan matamu ke sekelilingnya. Kau halau mereka yang menjerat terangnya. Lalu, agar sang angin dapat menebas pandang dengan tepat, kau terangi matanya. Menjaganya dari kegelapan malam dan memberi cercah pada kelutnya”.

“…..”

“…..”

“…..”

“Ia benar, lilin membuka mulut. Kita tak akan bisa menyapa dari jarak yang kasat”. “Dan kau takkan dapat merangkulku dari dekat”.

Sejak saat itu mereka mengerti, dan saling menjaga dari titik yang hilang. Mereka paham akan hadirnya masing-masing. Mereka tersenyum dari kejauhan, dan mereka tahu mereka saling membutuhkan.

Itulah saat mereka benar-benar bersama, itulah mata angin.

dan airpun mengeras

Standard

rembulan pun bagai guntingan kertas yang telah usang

seusang itulah rasa yang mengendap

mengarat hingga mengikis

hingga duga pun terbit

mengembalikan apa yang telah menimbun

akan kilasan masa itu

mendongak, tak lagi kenal takut

air pun mengeras

tak peduli dengan teriknya mentari

tak peduli dengan tatapan ilalang

tak peduli dengan mulut-mulut kecil bercuap

Tiga Huruf Itu

Standard

Sang malam tengah menghampiri dan semakin mengisi kekosongan yang ada. Tak ada siapa disana. Tak ada peduli disana. Hanya ada tiga huruf.
Saat tak ada yang cukup mengerti, tak ada yang cukup mencinta, tak ada yang cukup diandalkan. Hanya tiga huruf yang tak bergeming.
Tiga huruf yang menerpa badai dalam hatinya. Tiga huruf yang bergemuruh pikirnya.
Tiga huruf yang melemah, hanya bermimpi untuk ditopang kuat.
Tiga huruf yang mencurahkan segala.
Tiga huruf yang selalu harus meredam inginnya.
Tiga huruf yang menunggu untuk bergerak, karena tak dapat bertindak.
Tiga huruf yang harus menerima, atas tatapan, perlakuan.
Tiga huruf yang mengingat dan berhayal.
Tiga huruf yang kecewa.

Tiga huruf,
aku.

Bangkok, I’m in Love (Day 4)

Standard

Pagi ini gw rasanya gak mau bangun, jiwa dan raga masih mau ada di Thailand, tapi mau gimana lagi, udah pesen tiket pulang tanggal 07 April, flight jam 10.20. Dengan berat hati mengangkat pantat dari kasur, gw buka loker buat ambil baju. Eh ternyata Morris bangun juga, ngeliatin gw buka2 koper, lebih tepatnya si berdiri di samping gw, muahahahhaha.. Mayan lama tuh doi berdiri tanpa baju aaaakkk, gak lama gw balik lagi ke kasur, beresin barang2 kecil. Temen gw mandi duluan, beres dia mandi gw mandi.

Ternyata duo M mau ke utara Thailand, iya ke Chiang Mai. Gw pengen banget kesana tapi waktunya gak ada, huhu.. Semalem sambil kaki naek ke tembok, gw denger mereka beberes baju sambil ngobrol2 dengan logatnya yang aduhai x)) and temen gw juga nanya pas gw lagi mandi, mereka mau kemana, dijawab sama Morris mau ke utara Thailand buat 2 hari, nginep disana, tapi nanti balik lagi ke hostel ini.

Selesai gw mandi en dandan, gw udah gak liat mereka lagi. Aku sedih pemirsa.. Belom bilang bye bye muah muah, ahahha.. Yasuu, kalo jodoh gak akan kemana kan xD. Jam setengah 8 gw sama temen gw udah ngopi2 cantik di loby, sambil nulis komen2 di madingnya In a box Hostel.

20140407_082638

Kiri atas itu tulisan Wika aka Wipet, kanan bawah itu tulisan gw xD

Jam 8 check out, naek taxi dari hostel ke airport, lewat tol (bayar 60 Baht). Total tarif taxi plus tips 240 Baht. Terus langsung check in en masukin tas ke bagasi. Nunggu di board room, dan dapet kabar pesawat pulang delay sampe jam 11.35 hih! Begitu pesawat dateng, dikasih tau lagi kalo lama penerbangan jadi 3,5 jam, huh! Tapi mungkin ini cara Bangkok melepas kami, sama2 masih kangen x))

20140404_102014

Langit di atas kota Bangkok 🙂

Sampe Jakarta sekitar jam 3, langsung cari tempat makan, kelaperan dan mikir di jalan pulang pasti macet, bisa makin kurus kerontang perut kalo gak makan sekarang. Selesai makan, gw sama temen gw langsung nunggu bis Damri di depan terminal 3. Gak lama bis gw dateng, dan bener aja jalanan macet minta ampun. Gw kangen Bangkok yang gak macet 😦

1396832570242

See you in the other trip, Bangkok..

Sampe Bogor udah malem dan dijemput bokap tercinta. Buat gw, Bangkok udah ngasih kesan yang baik banget. BTS nya yang bersih dan on time (maklum anak kereta yang sering dikecewakan), jalanan yang gak bikin stres, orang2 yang mulutnya gak usil, kebersihannya, jajanannya, Chatuchak, pokoknya semuanyah. Semoga gw  jodoh bisa kesini lagi, Amin.. 🙂

Bangkok, 04 – 07 April 2014.

Bangkok, I’m in Love (Day 3)

Standard

Kaya biasa, gw sama temen gw selalu yang paling pagi bangun diantara orang2 dikamar, keren gak tuh [jam 7 termasuk pagi kan ya x)]. Bangun tidur, gw sama temen gw langsung mandi en dandan, sarapan Pop Mie sambil ngopi2 di loby. Tema hari ini tuh wisata sejarah, jadi pake baju yang rapi karena bakalan ngunjungin The Grand Palace, Wat Pho, Wat Arun en Vinammek Mansion. Kalo ke tempat2 itu baju kita harus sopan, kalo gak bakalan disuruh pake mantel mandi yang gak banget kan kalo di foto.

Oiya, hari ini gw ngobrol dikit sama Morris. Sok2an nanya gimana jalan ke Grand Palace. Dia bilang kesana gak bisa naek BTS en nyaranin naek taxi tapi tarifnya gak lebih dari 200 Baht. Ngobrol sebentar aja udah jadi mood booster gitu buat gw, ahay! So kami jalan jam 9, di pikiran gw “ah naek Tuk Tuk aja, sama kali harganya”. Ternyata gak dong, apa gw ditipu ya sama abangnya. Hmm.. Abangnya bilang kalo naek Tuk Tuk mahal, mana dia ngajakin muter2 dulu lagi (pantesan mahal bang, orang diajak muter2). Akhirnya gw sama temen gw naek taxi yang tarifnya dah di nego sama si abang Tuk Tuk, 100 Baht/orang. Yasu naeklah kami berdua gadis manis, gosip2 ria, ketawa2 cantik di dalem taxi dan jalanan dari hostel ke Grand Palace gak macet dong. W-O-W.

20140406_103320

Jalanan di depan Grand Palace, narsis dulu boleh dong ya x)

Turun taxi mataharinya udah terik banget, pengen ikutan narsis di foto kali padahal masih jam setengah 10an, ada kali 31oC mah. Masuk gerbang udah ada inspeksi baju2, yang bawahnya pendek pake selendang yang disewain disana, yang atas bawah pendek pake mantel mandi yang gak oke banget. Terus gw nyari2 loket buat bayar tiket masuk, harganya 500 Baht dan tiket ini bisa jadi tiket terusan buat masuk ke Vimanmek Mansion, yeay! Masuk bangunan Grand Palace yang rame namun tetap bersih, bikin gw jadi miris. Kenapa? Karena gw berandai coba di Indonesia kaya gini. Bangunan sejarahnya tertata apik, gak bocel2, gak buntung2, bersih. Yah, mungkin nanti di Indonesia kaya gitu, mungkin nanti bangsa Indonesia akan lebih menghargai sejarah bangsanya sendiri.

20140406_104414

Salah satu mural di pelataran Grand Palace, ini ada diluar bangunan, jadi boleh di foto

Kalo mau kesini, mending kalian bawa aer minum deh. Karena panaasss banget dan tempat jualan aer itu jauh. Grand Palace itu juga luasnya pake banget, sekitar 218.400 M2. Disana ternyata juga ada istana tempat keluarga Raja tinggal lho, tapi Raja yang sekarang gak tinggal disitu, mereka tinggalnya di Istana Chitralada. Kompleksnya juga dipagerin en dijaga sama penjaga instana. Tapi penjaganya ko gak nyeremin si, kecil2 gitu, hihi..

 

PhotoGrid_1397965259604

Di balik pager itu salah satu tempat kediaman Raja. Ini dia penjaga yang kecil2 itu, hihih..

Kaki kembali menelurusi area Grand Palace, dan setiap kita masuk ke dalam bangunannya, kita gak boleh foto2. Mungkin takut karya seni muralnya dicontek. Secara itu kan bersejarah dan sakral banget buat mereka. Kompleks Grand Palace ini punya 35 bangunan yang boleh dikunjungin.

Untitled

Lorong di salah satu bangunan Grand Palace

20140406_111936

 

Untitled

Salah satu tempat berdoa di area Grand Palace

IMG_20140409_075549

20140406_122500

Salah beberapa bangunan di area Grand Palace

Puas liat2 Grand Palace, gw sama Wipet pergi ke Wat Pho. Kata penjaga istana si deket, gak perlu pake taxi. Percaya aja dong. Taunya pas jalan lumayan jauh juga bok. Sambil jalan gw sama temen gw jajan manisan manga, Ice Thai Tea (lagi), beli gorengan pisang yang gw kira pisang caramel taunya pisang goreng biasa. Nanya2 ke orang2 arah Wat Pho, gak lucu aja kan udah jauh2 taunya nyasar, hehe.. Sepanjang jalan ke Wat Pho banyak tukang jualan kaki lima gitu, mulai dari jual barang baru sampe second, harga bervariatif. Disini nunjukkin sisi lain masyarakat Bangkok.

PhotoGrid_1397965149713

Pisang goreng, mangga potong, ice Thai tea & ice choco. Masing2 harganya 20 Baht aja

Kira2 jalan kaki 20 menitan, sampelah kami di Wat Pho, tempat Budha bobo berada. Tiket masuk kesana 100 Baht, inget ya pake baju yang sopan, kalo gak pake mantel mandi yang gak kece. Tiketnya udah termasuk sama mineral water, di tiketnya ada voucher aer minum gratis gitu, nanti kita tinggal tukerin aja, lumayan banget siang2 minum aer dingin. Terus masuk ke tiap temple itu kita harus buka alas kaki, di dalem temple ada Budha yang gede banget lagi boboan. Gw aja cuma sekelilingking kali tingginya (oke gak usah bahas tinggi2an). Tiap lekuk The Reclining Budha begitu detail, sampe ke sidik jari juga dibentuk. Disana juga ada tempat doa, sambil wisata sambil doa. Terus di deket pintu keluar temple ada 20 mangkok berjejer, nanti kita kasih recehan 1 Baht di tiap mangkoknya. Kita bisa nukerin uang kita ke mba yang jaga disana ko.

CYMERA_20140420_132233

The Reclining Budha

20140421

Telapak kaki Budha

CYMERA_20140420_132349

Ini dia 20 mangkok yang berjejer deket pintu keluar

Beres liat2 Wat Pho, kami jalan lagi mau ke Wat Arun atau The Temple of Dawn. Tempatnya disebrang sungai Chao Phraya, jadi kita harus naek perahu. Tiket naek perahu cuma 3 Baht/orang, tapi perahu yang benderanya warna oren ya, soalnya kalo yang warna laen itu tarifnya lebih mahal. Sampe ke area Wat Arun, kita bayar tiket lagi 50 Baht. Bangunan candinya mirip Candi Prambanan, menjualang ke atas. Warna dan bentuk masih bagus dan terawatt, ada beberapa bagian candi yang lagi dipugar. Di puncak candi digantung bel2, jadi tiap ada angin bel2nya bunyi. Anak tangga ke atas candi itu curam, jadi harus pelan2 naeknya. Gw sendiri sama temen gw cuma naek sampe ke tingkat kedua. Kalo naek sampe ke tingkat 3, gak berani bok turunya, harus mundur pelan2. Mana gw pake long dress kan.

tangga

Sebelah kiri itu tangga naek. Sebelah kanan tangga turun.

Ada di menara Wat Arun rasanya tenang gitu, nyender ke temboknya yang anget karena diterpa sinar matahari, ngerasain angin sepoi2, ngeliat pemandangan di sekitarnya, aliran sungai yang membentang luas. Pemandangan yang bikin hati tentram. Walau suasana disana rame banget, tapi ada rasa tersendiri buat gw.

20140406_143157

The Temple of Dawn, bersampingan dengan Sungai Chao Phraya

20140406_143917

Pemandangan dari salah satu menara Candi

20140406_142645

Jalan kecil mengelilingin bangunan candi

20140406_144530

Details salah satu candi Wat Arun

Beres liat2 Wat Arun, gw pengen langsung ke Vimanmek Mansion. Di jalan ke pintu keluar, temen gw ngeliat beberapa cewe bule pake baju khas Thailand en pengen di foto bareng xD, dia bilang “kapan lagi liat bule pake baju ginian, kan lucu, haha..”. Akhirnya gw sama temen minta di foto bareng, mereka ramah2 ko, hihi..

20140406_145027

Difoto sama mas bule yang juga ramah

Untuk ke Vimanmek kita harus menyebrang lagi, naek perahu. Sampe sana clueless, gak tau cara ke Vimanmek Mansion, haha. Eh ada Tuk Tuk nganggur tuh, kebeneran nih gw sama temen gw juga belom pernah naek moda transportasi khas Thailand ini. Tawar menawar pun terjadi, dengan jurus kalo gak mau yaudah ngeloyor pergi, eh gak lama dipanggil lagi sama si abang Tuk Tuk, deal di harga 200 Baht. Naek Tuk Tuk ini ngebut sampe ngepot gitu, open air kan jadi rusuh megangin topi sambil repot megangin hp buat foto2, teteuupp.. Jaraknya lumayan jauh juga si dan tetep gak macet dong dimana2. W-O-W-W.

20140406_151755

Duduk manis tapi gak santai menuju Vimanmek Mansion

Sampe Vimanmek Mansion langsung disambut sama penjaga disana, dan bapaknya bilang buat masuk ke dalem udah tutup jam setengah 4 (gw sampe jam setengah 4 pas), oh nooooooooooooooooooooo.. Gw bilang ko udah tutup, kan sampe jam 5, dia ngomong apa gitu. Pokoknya intinya gw udah gak boleh masuk Vimanmek. Trus gw bilang, tapi kalo masuk ke halamannya aja buat jalan2 liat2 boleh dong.Bapaknya bilang, iya boleh. Aseekk.. Agak kecewa si karena gw pengen banget masuk ke tempat syuting film Anna and The King ini. Tapi yasudahlah, mungkin next time bisa kesini lagi (Amin..). Gw sama temen gw jalan nyari2 mana Mansion nya. Karena udah jalan lumayan tapi belom nemu pintu masuknya.

Kira2 jalan 7 menit kali ya, baru deh keliatan pintu masuk ke halaman terluar Vimanmek Mansion. It was a beautiful mansion, bangunan yang berbau Eropa ini sungguh memukau mata. Makin penasaran gimana dalemnya, huhu..

IMG_20140408_193414

Vimanmek Mansion yang megah dan indah

20140406_154511

Gw belum tau ini bangunan apa, tapi lucu banget kan

20140406_155213

Udah cocok kan gw buat tinggal disini xD

20140406_154507

Taman di depan gerbang masuk Vimanmek Mansion

Puas walau masih kecewa karena gak bisa masuk ke dalem Vimanmek Mansion, sekitar jam 5 pas kaki sama badan udah ngebul, gw sama temen gw memutuskan buat pulang ke hostel. Kami harus leyeh2 dulu soalnya kan nanti malem mau ke MBK Mall, hihi.. Dari Vimanmek gak tau mau naek apa, nanya ke penjaga disana dia juga kurang tau. Eh di depan ada Tuk Tuk ngetem, langsung aja kita bilang mau ke BTS Phaya Thai, karena gak tau harganya berapa langsung aja gw sama temen gw nembak 100 Baht ya per orang, dan si abang langsung iya. Ternyata di jalan dia maksa banget ngajak muter2 dulu ke toko2. Gw bilang, “gak mau ah, gw udah capek”, terus gw tanya “emang toko apaan?”. Dia bilang toko perhiasan sambil nunjukkin brosur perhiasan2 gitu. Langsung lah gw bilang “gak mau, langsung aja ke tempat tujuan deh, kami dah capek lagian udah punya perhiasan kaya gitu” (gaya gak tuh, haha). Tapi dia masih maksa dong, gw langsung tegasin lagi, “gak, langsung aja ke Phaya Thai”.

Jadi sodara2, sistem Tuk Tuk itu mirip2 lah sama sistem nya abang becak di Jogja, dibawa muter2 dulu ke beberapa toko, kalo ada yang belanja di toko itu nanti si abang becak dapet tips dari yang punya toko. Nah kalo di Bangkok, setiap si abang Tuk Tuk bisa bawa pengunjung dateng ke toko tertentu, nanti si abang Tuk Tuk dapet uang bensin sebagai imbalannya. Di poin ini si abang Tuk Tuk sempet mensyen, “do it for me, for gasoline”. Hayaaaahhhhh..

Sampelah kami di bawah BTS Phaya Thai, gw mau kasih uang trus temen gw pake nanya “how much?”. Gak disangka, gak diduga si abang Tuk Tuk jahat! Dia bilang 400 Baht. Padahal di deal2an awal bilang 200 Baht. Beuhhhh langsung dong gw sama temen gw ngamuk, ngajak berantem cewe kece yang udah capek nih orang. Terjadilah perseturuan sengit dan gw sama temen gw langsung bilang “noooooooo,we have deal for 100 each, so we pay you 200”. Masih ngotot dong dasar abang rese, namun persengitan dimenangkan oleh dua cewe kece ini x))

Sampe kamar ternyata duo M udah sampe kamar, lagi tidur2an. Begitu gw sama temen gw dateng suasananya langsung berubah. Haha.. Gw antara seneng sama canggung. Karena malu depan kasur gw ada Morris, gw naek ke kasurnya Wipet, di ranjang atas, dan gw bisa liat Marcus ngeliatin gw terus. Dasar bocah! Haha..

Temen gw mandi, gw masih selonjoran di kasur dia. Terus ada suara pintu dibuka, gw kira Wipet, taunya Morris lagi andukan. Oh my! ahahha.. Liat2an tapi gw langsung buang muka, maluuu (tapi mau). Selang beberapa waktu baru deh temen gw ini dateng. Abis itu gw mandi, beres mandi gw ke lobby mau pake komputer di lobby, dan mereka lewat lagi. Syaalalalala.. Marcus ngeliatin aku banget. Pengennya diliatin Morris, tapi gapapa deh dikasih Marcus juga mau, ahahaha (anaknya gampang banget dibikin seneng).

Gak lama gw naek ke atas, ada mereka di depan kasur. Gw salting mau pake lotion tapi mereka ngeliatin banget gitu xD. Gw tau ko mereka mau ngajak gw ngobrol tapi karena gw nya keliatan jutek akibat salting en belom kenal, jadilah diem2an, aku menyesaaaalllll.. Can i rewind the day, please? Huhu.. Bicarain mereka mah gak ada abisnya, gw sama temen gw sampe #menolakmoveon ahahhaha.. Aduh suaranya itu bikin adem jiwa raga. Serius gak pake boong.

20140406_222415

Ini dia penampakan duo M dari belakang, yang kiri itu Marcus, yang kanan itu Morris (aku) xD

Jam 7 gw sama temen gw berangkat dari hostel menuju MBK Mall, buat cari oleh2 makanan dan jaket buat bokap. Belum nemu nih, belum tenang. Dari BTS Phaya Thai nanti turun di BTS Siam, buat transit en naek lagi ke arah BTS National Stadium (Silom Line). Kalian tinggal perhatiin aja papan arah yang ngegantung di atas. Gak akan nyasar ko, tapi kalo bener2 gak ngerti nanya ya, biar gak nyasar, hehe..

Dari Siam cuma beda 1 stasiun. Begitu naek langsung sampe BTS National Stadium deh, ada jembatan penghubung jadi kita bisa langsung masuk ke mall nya tanpa harus keluar stasiun. Oh iya kalo mau cari snack buat oleh2, cari di lantai 2. Ada toko oleh2 yang lumayan lengkap dan murah disana, dan kalo kalian pecinta Duren (bukan duda keren! haha), kalian harus banget beli snack ini.

20140407_220114

Durennya itu lho, meleleh di lidah. Enak diemut2

20140407_220140

Kalo Duren yang ini garing, kriuk2 enak kalo dikunyah

Nyari teh tarik yang kemasan sachet di Bangkok ko susah ya, gw sama temen gw sampe heran. Akhirnya temen gw mikir untuk nyari di supermarket aja, pasti ada deh. Yaudah tuh gw nanya ke bagian informasi dimana supemarket. Nah buat orang Bangkok, ternyata supermarket itu tempat jual baju macam Matahari, padahal yang gw maksud itu adalah Hypermart gitu kan. Untung si mba informasi ngerti, mba atau bukan hanya dia dan Tuhan yang tau x)

Di dalem supermarket pun nyari teh tarik susah, haha.. Nyerah tepar nanya lagi ke mba2 supermarket dan dengan baik hati dia nyuruh kita nunggu, tau2 dia dateng dengan beberapa kantong teh tarik sachet, merk nya Nestea. Di Jakarta gak ada Nestea teh tarik, adanya yang lemon tea kan. Wahhhh.. gw sama temen gw seneng dong. Terus gw nanya, enakan mana teh tarik yang ini sama yang itu. Dia nunjuk Nestea (bukan promosi). Yaudah deh gw beli 2 bungkus gede, temen gw beli 2. Di supermarket kami belanja snack (lagi), ahhaha.. Gak kerasa udah hampir jam 9. Kami harus buru2 pergi lagi karena misi gw nyari jaket buat bokap belum kesampean.

Gw masuk ke beberapa toko, ternyata harganya sama aja kaya di Indonesia. Kalo di dalem mall si harganya pasti segituan ya. Buat jaket cowo harganya rata2 di atas 1000 Baht. Emang jodoh sama si mas toko jaket, jadi sebelum dapet snack oleh2 gw sempet mampir ke tokonya, tapi gw pikir akan ada jaket bagus yang lebih murah lagi nanti. Tapi nyatanya gak ada yang lebih murah, gw gak nyari sampe kepelosok juga si, udah deadline hehe.. Jadilah pilihan gw jatuh ke jaket warna hitam. Bahan badannya dari katun tebel, tangannya dari kulit sintesis. Untung lagi diskon jadi lumayan harganya, hihi..

Misi tercapai, saatnya pulang ke kamar. Dijalan perut kerongcongan lagi (iya perut gw hobi keroncongan, ngejazz kek sekali2 gitu). Tapi kios2 makanan udah pada tutup. Gw sama temen gw baru naek BTS aja hampir jam 10. Sampe BTS Phaya Thai gw mampir ke kedai McD, untung masih buka dan beli pie daging telor apa gitu deh rasanya. Harganya 39 Baht.

20140406_204053

Pie telor dagingnya dikit McD

Sampe hostel kayanya sekitar setengah 11, udah gelapp kamarnya.. Kirain mereka bobo, udah pelan2 jalannya, taunya mereka gak ada. Makaaaa waktunya konserrrr! Nyanyi2, joged2 kece, selonjoran, nyobain sendal Morris sama Marcus, yang asli gede banget. Sikap kaya gini boleh ditiru gak si? Gw gak ngapa2in kok, cuma nyobain sendal mereka doang. Benerannn… *cemas*

Beres ngerapiin koper yang beranak jadi 2, gw sama Wipet duduk2 manis di kasur gw. Sambil ngangkat kaki ke tembok saking pegelnya jalan2 hari ini. Jam setengah 12 mereka pulang, ngeliatin kenapa pose gw keren gitu, haha.. Gak lama jam 12 mereka tidur. Gw sama temen gw juga tidur di kasur masing2, dan malam ini gw bobo nyenyak 🙂

Bangkok, I’m in Love to be continued..